Tari Topeng Sidakarya

Sidakarya topeng adalah bagian dari pertunjukan tari topeng yang disertai upacara di Bali yang luar biasa. Sidakarya dianggap sebagai pelengkap topeng upacara. Topeng ini muncul sebagai persembahan tari pamungkas (wewalen) sebelum acara dengan ibadah yang dipimpin oleh Sulinggih dilakukan. Sidakarya topeng dilakukan pada saat hari-hari besar seperti kremasi, tawur hebat dan lain-lain. Sejarah dipentaskannya topeng Sidakarya. Ceritanya dikatakan terjadi dalam administrasi Dalem Waturenggong di Gelgel, ketika ia mengadakan upacara akbar di Besakih. Banyak imam diundang ke upacara muput ini. Tersebutlah Pandit (Brahmana) sihir Keling yang tidak diundang ke upacara, tetapi ingin terlibat pekerjaan muput. Sayangnya, karena perjalanan panjang dan hari-hari, Pandita Keling di Gelgel dalam keadaan berantakan, bajunya compang-camping, seperti pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tidak ada yang percaya bahwa tamu tak diundang tamu kerajaan adalah seorang pendeta. Jadi, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah dihina. Pandita Keling pergi dengan balas dendam. Di tempat yang sunyi, ia bertarung dengan mantera mantra yang mengandung sumpah yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah / tidak berhasil, bahkan mendatangkan malapetaka. Raja Waturenggong dalam samadi tahu siapa yang mengutuk besarnya upacara. Dia kemudian dikirim untuk menjemput pendeta Agile Aryan yang masih tinggal di tempat yang tenang (suung) itu. Raja meminta maaf dan diundang untuk ikut muput pookuputri Pandita Keling bahkan menjadi akhir upacara sehingga pekerjaan menjadi sida (diberkahi). Legenda orang-orang di Bali tentu membuat topeng Sidakarya. Wujudnya merangas gigi jelek sebagai simbol para pendeta yang wajahnya tampak seperti gelandangan. Karena itu, biasanya topeng wajah Sidakarya lebih banyak menutupi penutup terutama gigi, dengan membawa kain putih.